Surat Terbuka untuk Pus, Kucing Kesayangan yang Takkan Pernah Bisa Kumarahi |
Aku tahu kalau kamu mendapati surat
ini, pasti nggak akan kamu baca. Paling, kertas ini bakal kamu jadikan tempat
tidur atau kamu garuk-garuk sampai robek, haha. Tapi asal kamu tahu, selama ini
aku selalu menyimpan beberapa hal dalam hatiku tentang kamu. Kalau aku bicara
langsung sama kamu, yah mana bisa kamu ngerti. Lebih baik aku tulis saja, siapa
tahu kamu bisa lebih ngerti. Loh? Pokoknya, simak baik-baik ya, Pus.
Tenang saja, aku nggak akan
menjelek-jelekkanmu, aku hanya mengungkapkan isi hatiku.
Ingat nggak, Pus, waktu pertama kali
kita ketemu? Kamu tertidur di depan sebuah warteg. Waktu itu kamu kurus sekali.
Karena nggak tega melihatmu, aku memberikan kepala ikan goreng yang baru saja
kubeli saat itu. Kamu pun langsung terbangun dan melahapnya. Aku heran, kamu
bisa langsung makan setelah bangun tidur seperti itu. Kayaknya kelaparan banget
ya? Atau setengah mengigau. Anyway, entah kenapa aku senang sekali
melihat kamu menyantap ikan itu dengan lahap sampai habis. Setelah itu, barulah
kamu sadar akan keberadaanku. Aku ingat sekali, saat itu adalah momen
perkenalan kita. Untuk pertama kalinya kamu mengeong manja kepadaku.
Pus, sebenarnya waktu itu aku mau
meninggalkanmu saja. Tapi, kamu malah mengikutiku. Aku berlari, kamu ikut
berlari. Jujur, aku sempat takut padamu saat itu. Kenapa, sih mesti ngikutin
banget? Kan banyak orang lain yang suka memberimu makan, tapi kenapa harus aku?
Niat banget ngos-ngosan begitu, sampai rumah lagi. Kan aku jadi nggak tega.
Dan, saat itu pun kuputuskun untuk memungutmu (pada akhirnya). Yah, karena kamu
sudah susah payah mengejarku, apa boleh buat. Selamat, Pus!
Aku langsung saja membawamu masuk ke
rumah. Karena kamu kotor, aku pun melupakan makan siangku yang tadi sudah
kubeli di warteg. Cus, aku menggendongmu menuju kamar mandi. Nggak tahan aku
melihat tubuhmu yang kotor itu! Boleh sih tidur di rumah, tapi jangan kotor,
dong!
Memandikanmu adalah pengalaman luar
biasa. Zooonk abis! Pus, kamu segitunya ya, takut
sama air? Wajah, tangan dan kakiku habis kamu cakar-cakari. Jari tanganku
berdarah-darah karena kamu gigit. Kamu berontak terus, ih! Susah banget
diaturnya. Air itu kan nggak ngegigit kamu, Pus. Aneh…
Itu bener-bener salah satu pengalaman
paling mengerikan selama kamu di sini, Pus. Semenjak itu, Aku langsung
berpikir, aku nggak mau mandiin kamu lagi. No. NEVER! Jadi ngerti kan, Pus,
kenapa aku selalu ribet-ribet masukin kamu ke tas dan bawa kamu ke Pet Shop?
Ngerti kan, Pus?
Hal yang mengerikan lainnya adalah
saat aku sedang nikmat-nikmatnya menyantap makanan. Pus, kenapa kamu selalu
menggangguku?! Aku sudah bela-belain membelikanmu makanan khusus yang harganya
jauh lebih mahal dari makananku. Dua kali lipat, Pus! Tapi kenapa kamu tetap
mau merebut makananku? Miris, Pus. Apa karena kamu terbiasa makan dengan level
warteg? Pus, aku ingin kamu merasakan makanan mewah, seperti kucing-kucing
rumahan lainnya yang berbulu panjang dan halus itu. Mereka anggun dan sopan,
Pus. Tapi, kamu kok…… Ah, sudahlah.
Kamu tahu, aku tetap sayang padamu
meski kamu sering pup sembarangan…
Terlebih lagi, aku kesal saat kamu
mengerjaiku, Pus. Aku sudah susah payah mengumpulkan uang untuk membelikanmu
kotak pasir supaya kamu bisa pup di situ. Tapi apa? Tepat setelah aku
meletakkan kotak itu di samping kerajaanmu (kandang), kamu malah berlari ke
depan pintu kamarku dan melakukan ‘urusan’ di sana. Kamu jahat, Pus! Kamu nggak
menghargai aku! Butuh waktu sangat lama buatku untuk menjadikanmu terbiasa
dengan kotak pasir. Aku tahu kucing benar-benar harus menemukan tempat yang
nyaman untuk buang air besar, tapi haruskah aku terus memaksamu untuk nyaman
dengan kotak pasir itu? Ayolah, Puus, itu tempat sempurna untuk pupmu!
Perjuangan memperkenalkanmu dengan
kotak pasir sungguh penuh luka dan derai air mata. Terlebih lagi, saat pacarku
berkunjung ke rumah. Sedang mesra-mesranya, bercanda ria, kamu datang di
tengah-tengah kami, Pus. Mengeong tanpa henti, menggaruk-garuk keset pintu
rumah terus-menerus. Saat itu aku sadar ada yang nggak beres. Ketika baru saja
aku akan mengangkatmu dan membawamu ke kotak pasir… Ah, terlambat. Sudah
keluar. Memalukan.
Beruntungnya, saat itu pacarku tidak
komentar apa-apa. Dia tidak marah, justru dia tertawa. Setelah membersihkan
pupmu, dia langsung menghampirimu lalu menggendongmu. Dia terlihat amat gemas
terhadapmu. Kamu dipeluknya, diciumnya, dibelainya, hah… aku iri. Dan semenjak
itu, tiap kali dia berkunjung ke rumah, tujuannya bukan lagi bertemu denganku,
Pus, melainkan denganmu! Ya, kamu!
Oke. Aku tahu aku nggak boleh cemburu
sama kucing. Nggak logis memang, tapi kecemburuanku terus berlanjut. Kali ini
terhadap Mama. Aku ingat, kamu pernah memainkan sandal jepitku sampai putus.
Lalu kamu cakar-cakar itu sandal sampai bentuknya jadi nggak karuan. Bodohnya,
waktu itu aku hanya memperhatikanmu karena kupikir aksimu sangat lucu. Nggak
lama, Mama pulang. Melihat sandalku rusak seperti itu, dia marah-marah. Ya, dia
marah karena katanya itu sandal mahal yang diberikan tanteku sebagai oleh-oleh
dari luar negeri. Aku sudah berusaha menjelaskan kalau itu ulah kamu, Pus. Tapi
Mama nggak mau tahu! Dia malah menggendongmu dan menciumimu. Padahal anaknya
kan aku! Tapi malah aku yang dimarahi… Dunia nggak adil.
Kejadian seperti ini sering sekali
terulang. Kamu berulah, kami kesal, tapi nggak bisa marah-marah. Kamu ninggalin
bangkai tikus di karpet, kami nggak bisa marah. Kamu banyak makan, kentut
sembarangan, numpahin minyak goreng, kami nggak marah. Kamu nyolong ikan
tetangga pun, kami tetap nggak bisa marah.
Seisi rumah bertanya-tanya, kenapa
kami nggak bisa marah sama kamu. Hingga suatu hari, aku menemukan jawabannya…
Pus, kamu tahu film Shrek,
kan? Itu loh, film 3D tentang raksasa hijau yang baik hati nikah sama Putri
Fiona Kamu tahu nggak, di film itu ada tokoh kucingnya, namanya hampir sama
sepertimu, Puss in Boots. Kucing bersepatu bot yang jago berkelahi. Nah, ada
satu fakta yang kutemukan dari dirinya. Taktiknya saat meloloskan diri dari
beberapa orang jahat yang hendak menangkapnya. Saat itu matanya membesar,
berbinar-binar penuh harapan akan belas kasih, raut mukanya memelas, haus akan
kasih sayang… Persis kayak muka kamu. Siapa pun nggak akan tega dikasih lihat
muka begitu. Pantas saja, semua orang memaafkanmu. Kamu punya jurus ampuh ya,
Pus.
Satu hal lagi yang mengesalkank. Kamu
itu cuek banget! Kenapa sih di saat aku kelelahan dan membutuhkan pelukanmu,
kamu malah tidur. Aku bangunkan, kamu kesal dan pergi. Aku panggil-panggil,
kamu melengos begitu saja. Eh, giliran ada maunya saja, kamu manjanya minta
ampun. Padahal, aku kan ingin menghabiskan waktu denganmu, Pus.
Pus sayang, sekarang kamu pasti mulai
bete. Haha, sedari tadi aku hanya membicarakan hal-hal menyebalkan tentangmu.
Tenang, Pus! Aku nggak membencimu, kok. Walaupun mengesalkan, kamu tetap kucing
kesayanganku. Senakal apapun aksimu, akan tetap terlihat lucu dan manis di
mataku. Kamu memang berhasil mencuri hati orang-orang di dekatku, tapi aku
nggak marah kok sayang, karena kamu pun telah mencuri hatiku.
Berada terus bersamamu membuatku jadi terbiasa, Pus. Aku sudah nggak
mempermasalahkan kenakalanmu lagi. Kamu juga sudah tumbuh dewasa sekarang,
sudah tidak terlalu nakal seperti dulu lagi. Terima kasih, Pus, kamu hadir di
hidupku. Terima kasih kamu sudah mengejarku dari warteg pinggir jalan sampai
rumahku. Aku sangat bersyukur bertemu denganmu. Kamu mengajarkanku banyak hal,
tentang kesabaran, pengorbanan, dan kasih sayang. Sehat terus ya, Pus. Aku
ingin selalu bersamamu.Baca Juga:
7 Makanan Ini Sering Banget Orang Berikan. Tapi, Justru Bahaya Kalau Kucingmu Makan!
7 Hal yang Ringan Saja Kamu Lakoni, Kalau Kucingmu Udah Kayak Pacar Sendiri…
0 Response to "Surat Terbuka untuk Pus, Kucing Kesayangan yang Takkan Pernah Bisa Kumarahi"
Posting Komentar